Aku Saksi Mereka di Dunia

Sabrina Zahra
2 min readAug 26, 2024

Tahun 2000-an. Saat itu, dunia masih nyata. Terasa begitu luas, belum populer oleh maya. Manusia terbiasa melihat secara gamblang, bukan hanya sekadar mata. Hari-hari juga tidak sekasar hari ini. Realitas yang dihadapi masih murni, mengalir baik tanpa ikut campur tatanan manusia yang semakin unik.

Seberapa cepat dunia menua, sebegitu cepat juga memori terukir.

Itulah, lembaran foto yang mulanya hanya sesobek kertas ingatan malah jadi begitu bermakna. Mengundang rindu dengan dunia milik sendiri sebelum kerikil terasa begitu menusuk. Rindu saat perasaan belum terkikis seiring jalan yang beriring pahit. Rindu dengan senyuman diri sendiri yang sangat mudah untuk ditemui.

Saat itu, tujuan dianggap tidak pernah berujung. Saat itu — bahkan sampai hari ini — manusia terpana dengan dalih “selamanya”. Tak ayal banyak orang yang percaya, sebab dunia yang makin indah dibuat manusianya.

Tetapi banyak juga yang mengerti, bahwa hanya Tuhan yang tahu arti mutlak dari “selamanya”. Maka mereka jadikan Tuhan sebagai tujuan.

Mereka yang berjalan di atas yang benar, gangguan dan rintangannya juga benar berlimpah. Godaan, masalah, selisih antar muka dan egoisme yang memang sifat dasar manusia — mereka sudah melewati itu. Atau bahkan masih berusaha.

Kalian tahu. Cobaan-cobaan itu tidak pernah mudah.

Aku, yang baru 20 tahun di dunia dan hanya sekadar menyaksikan lewat mata, pun hati ikut teriris juga. Aku, yang hanya bisa mendengar tanpa ikut bergulat dalam argumen pun, bak ditohok jeruji tajam walau jumlahnya kecil. Bagaimana mereka… sendiri?

Dan aku, yang mampu berdiri hari ini di dunia yang sama dengan mereka, dengan tenteram dan damai … padahal hari-hari mereka tidak semudah yang aku terima.

Tentu bukan hal kecil. Bukan hal sepele. Padahal mereka juga manusia biasa.

Aku makin yakin Allah memberikan mereka kasih sayang dan kekuatan lebih.

Suatu saat nanti… semua akan pulang. Aku, mereka, kalian pasti akan kembali. Maka aku janji akan mengadu pada Tuhan: aku ini saksi mereka saat di dunia. Tuhan, semua yang aku dapatkan, yang aku terima dari dua manusia biasa yang Kau kasihi ini sangat bermakna. Semua; tentang kehidupan dunia dan persiapan akhirat. Mereka menuntunku dengan keringat dan lubuk hati. Tanpa lelah, tanpa meminta pengakuan.

Terima kasih Tuhan, Engkau telah menitipkan aku pada mereka. Mereka adalah anugerah terbesarMu untukku. Rencana mereka untukku juga titipan dari-Mu, maka pasti yang terbaik untukku.

Tuhan, ridailah hamba untuk kembali dengan tulus selalu mengasihi mereka. Aku mungkin tidak akan bisa melunasi jasa mereka yang tak terhingga, tapi izinkanlah aku untuk terus berusaha.

Ya Allah, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku sewaktu kecil, amin.

--

--